tipikor.web.id – Proyek saluran irigasi melalui Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) yang berada di Desa Klanderan, Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri, menuai sorotan tajam dari Lembaga Pemantau Penyelenggara Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (LP3-NKRI). Proyek senilai Rp195 juta yang bersumber dari anggaran Kementerian PUPR melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) tahun anggaran 2024 ini diduga kuat tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) serta spesifikasi teknis sebagaimana mestinya.
Dalam investigasi awal oleh LP3-NKRI, ditemukan bahwa pekerjaan fisik proyek tersebut diduga menggunakan material di bawah standar serta tidak sesuai dengan prosedur teknis yang telah ditetapkan. Di antaranya, penggunaan semen merek tertentu dengan komposisi campuran 1:4 tanpa adanya molen beton (mixer), yang berpotensi berdampak pada kualitas hasil akhir pekerjaan.
Hadi, salah satu anggota LP3-NKRI, menyampaikan bahwa pihaknya terlebih dahulu berkoordinasi dengan pengurus Hippa (Himpunan Petani Pemakai Air) Desa Klanderan sebelum melakukan klarifikasi langsung ke pemerintah desa. Dari pertemuan tersebut, terungkap bahwa ketua dan bendahara Hippa mengaku tidak memahami secara menyeluruh tentang petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) laporan pertanggungjawaban (LPJ). Bahkan, seluruh dokumen penting seperti LPJ dan RAB disebut-sebut berada di tangan Kepala Desa.
“Saat kami tanya, Ketua Hippa menyampaikan bahwa semua dokumen termasuk RAB dan pertanggungjawaban dipegang langsung oleh Kepala Desa. Bahkan mengenai teknis pun, mereka mengaku tidak tahu-menahu. Ini tentu menjadi catatan serius,” ujar Hadi.
Ketika dikonfirmasi oleh tim LP3-NKRI, Kepala Desa Klanderan menunjukkan sikap emosional, nada tinggi, bahkan melotot saat menjawab pertanyaan terkait proyek tersebut. Ia menyatakan bahwa proyek tersebut dilaksanakan secara padat karya dengan metode manual tanpa penggunaan molen. Untuk urusan teknis campuran beton, ia berdalih bahwa hal tersebut merupakan tanggung jawab pihak lapangan dan pendamping dari BBWS.
“Kami hanya menjalankan sistem padat karya. Untuk teknis, pendamping BBWS yang lebih paham,” ujarnya dengan nada meninggi.
Sikap Kepala Desa yang cenderung tertutup dan emosional ketika dimintai keterangan, justru menambah kecurigaan bahwa terdapat kejanggalan dalam pelaksanaan proyek ini. Terlebih lagi, tidak ada kejelasan terkait rincian anggaran yang digunakan, dan hampir semua pihak terkait justru melempar tanggung jawab.
Perlu dicatat, dalam koordinasi lanjutan, Kepala Desa Klanderan menyampaikan bahwa pihaknya siap menerima pemeriksaan lebih lanjut dan mempersilakan jika ditemukan pelanggaran untuk dilaporkan ke instansi berwenang.
LP3-NKRI menegaskan bahwa transparansi dan akuntabilitas adalah hal mutlak dalam penggunaan dana negara, dan tidak ada ruang untuk pembiaran atas pelanggaran yang merugikan masyarakat. Investigasi mendalam dan pelaporan resmi ke lembaga terkait akan segera dilakukan demi menjamin kepentingan publik tetap terjaga. (red.Tim)
0 Komentar