Alarm bagi Pemkab Nganjuk, Pelayanan Desa Rowoharjo Dinilai Lalai dan Sistemik

 


Nganjuk, tipikor.web.id  15 Mei 2025 — Kinerja Pemerintah Desa Rowoharjo, Kecamatan Prambon, Kabupaten Nganjuk kembali menjadi sorotan publik. Pasalnya, Kantor Desa Rowoharjo ditemukan dalam kondisi tertutup dan tanpa satu pun perangkat desa saat jam kerja berlangsung pada Kamis (15/5/2025) pukul 11.00 WIB.

Temuan tersebut disampaikan langsung oleh Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) DPC Nganjuk yang tengah melakukan kunjungan resmi untuk proses klarifikasi dan mediasi atas sengketa lahan milik tiga warga, yakni Samini, Sumini, dan Juminem. Namun, ironisnya, tidak ada satu pun aparatur pemerintah desa yang hadir untuk menerima mereka.

“Kami datang bukan tanpa pemberitahuan. Tapi justru kantor desa dalam keadaan terkunci dan kosong. Ini mencerminkan kegagalan pemerintah desa dalam menjalankan fungsi dasar pelayanan publik,” ujar Joko Siswanto, Ketua LPRI Nganjuk, di depan kantor desa yang tertutup rapat.

Kesaksian dari warga sekitar menyebutkan bahwa para pegawai desa sudah meninggalkan lokasi sejak pukul 10.37 WIB. “Wong deso podo ngetan kabeh,” ujar seorang warga, menyiratkan bahwa seluruh aparatur pergi meninggalkan kantor tanpa alasan yang jelas.

LPRI mengungkapkan bahwa kejadian ini bukan yang pertama. Kantor Desa Rowoharjo dilaporkan telah berulang kali tidak beroperasi sesuai dengan jam kerja resmi. Padahal, berdasarkan ketentuan Pemerintah Kabupaten Nganjuk, jam operasional kantor desa seharusnya dimulai pukul 08.00 hingga 15.00 WIB (Senin–Kamis), dan hingga pukul 15.30 WIB pada hari Jumat, dengan waktu istirahat yang telah ditentukan.

LPRI menilai bahwa tindakan Pemerintah Desa Rowoharjo telah melanggar Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, khususnya Pasal 15, yang menyebutkan bahwa setiap penyelenggara pelayanan publik wajib menyediakan pelayanan yang cepat, mudah, terjangkau, dan akuntabel.

Tak hanya itu, menurut Pasal 54 ayat (1) UU yang sama, masyarakat memiliki hak untuk melaporkan penyelenggara pelayanan publik yang dianggap melanggar ketentuan dan prinsip-prinsip pelayanan. LPRI pun menyatakan tengah menyiapkan laporan resmi kepada Ombudsman Republik Indonesia dan mendorong penjatuhan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 52 UU tersebut.

“Ini bentuk pembangkangan terhadap tanggung jawab publik. Jika dibiarkan, akan menjadi preseden buruk dan menurunkan kepercayaan rakyat terhadap institusi pemerintahan di tingkat desa,” tambah Joko.

LPRI mendesak Pemerintah Kabupaten Nganjuk untuk segera melakukan evaluasi terhadap kinerja Kepala Desa Rowoharjo dan seluruh perangkatnya. Ketidakhadiran mereka di tengah proses penyelesaian sengketa tanah warga menjadi bukti nyata dari kekosongan tanggung jawab yang tak bisa ditoleransi.

“Jika desa tak bisa menjalankan fungsi pelayanan dasar, maka keberadaan mereka patut dipertanyakan. Rakyat butuh kehadiran negara, bukan ketidakhadiran yang disamarkan dengan alasan,” tutup pernyataan resmi LPRI dengan nada tegas.(red.Tim)

Posting Komentar

0 Komentar