Mahasiswa Tewas, Rumah Pejabat Dijarah – Rakyat Sudah Tak Percaya

    

tipikor.web.id Gelombang unjuk rasa di berbagai daerah dalam sepekan terakhir mulai berujung pada kekacauan. Penjarahan rumah pejabat, bentrokan massa dengan aparat, serta korban jiwa mulai bermunculan, memicu kekhawatiran publik akan terulangnya krisis seperti tahun 1998.

Salah satu peristiwa paling tragis terjadi di Yogyakarta, di mana seorang mahasiswa kehilangan nyawa setelah terlibat bentrok dengan aparat. Ia ditemukan dalam kondisi luka parah dan dinyatakan meninggal tak lama setelah dievakuasi. Kejadian ini menyulut kemarahan di kalangan mahasiswa dan masyarakat sipil.

Kerusuhan tidak hanya terjadi di Yogyakarta. Di Makassar, Jakarta, hingga beberapa kota di Jawa dan Sumatera, aksi massa berubah menjadi anarki. Gedung DPRD dibakar, fasilitas umum dirusak, dan rumah sejumlah tokoh politik dijarah oleh kelompok tak dikenal.

Sejumlah rumah milik pejabat, termasuk menteri dan anggota DPR, menjadi sasaran. Barang-barang pribadi seperti elektronik, lukisan, hingga koleksi pribadi dilaporkan hilang. Rekaman video menunjukkan warga mengangkut perabotan dengan motor dan kendaraan pribadi, sementara aparat terlihat kewalahan.

Pemerintah menyatakan aksi kekerasan ini sebagai bentuk pelanggaran hukum dan memberi instruksi kepada aparat untuk mengambil tindakan tegas. Presiden menegaskan bahwa segala bentuk pengrusakan dan penjarahan tidak dapat ditoleransi, dan akan ditindak sesuai hukum yang berlaku.

Namun, di sisi lain, banyak pengamat menilai bahwa gejolak ini merupakan akumulasi dari kekecewaan publik terhadap pemerintahan, terutama dalam hal ekonomi, kesenjangan sosial, dan gaya kepemimpinan yang dinilai tidak merespons keresahan masyarakat secara bijak.

Kebijakan ekonomi seperti tunjangan tinggi untuk pejabat, program yang dianggap tidak tepat sasaran, serta minimnya ruang dialog antara pemerintah dan masyarakat menjadi pemicu utama ketegangan. Banyak pihak menilai pemerintah gagal menjaga sensitivitas sosial di tengah kondisi ekonomi rakyat yang makin sulit.

Dampak ekonomi dari krisis ini mulai terasa. Nilai tukar rupiah terguncang, investor mulai menahan diri, dan indeks kepercayaan publik terhadap pemerintah terus menurun. Beberapa analis bahkan menyebut situasi ini sebagai awal dari krisis multidimensi yang berpotensi berlangsung lama.

Kondisi makin diperburuk oleh dugaan kevakuman kepemimpinan. Saat unjuk rasa membesar, para tokoh politik justru dinilai tidak hadir mendengarkan langsung suara rakyat. Alih-alih meredam situasi, pendekatan represif justru memperparah konflik dan menumbuhkan rasa frustrasi di akar rumput.

Jika tidak segera diatasi dengan kebijakan yang berpihak kepada rakyat, para ahli memperingatkan bahwa kekacauan ini bisa menjadi titik balik yang membawa Indonesia ke dalam krisis yang lebih dalam, bukan hanya secara politik, tetapi juga sosial dan ekonomi.

Posting Komentar

0 Komentar