JAKARTA, tipikor.web.id – Isu kewajiban pembayaran royalti musik kembali mencuat dan menjadi bahan perdebatan, khususnya di kalangan pelaku usaha kecil seperti kafe dan restoran. Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Dharma Oratmangun, memberikan klarifikasi terhadap berbagai anggapan miring yang menyebut royalti sebagai penghambat keberlangsungan bisnis kecil.
Dharma menekankan bahwa membayar royalti bukan sekadar kewajiban hukum, tetapi juga bentuk apresiasi terhadap para pencipta lagu. Berikut poin-poin utama dari pernyataan resminya:
1. Narasi Royalti Menghambat Usaha Dinilai Menyesatkan
Menurut Dharma, banyak pihak membangun opini keliru seolah-olah pembayaran royalti menjadi beban yang menjerat bisnis kuliner. Padahal, hal itu tidak berdasar.
"Narasi yang menyebut royalti mematikan kafe itu sangat tidak tepat. Banyak yang belum paham aturan, belum membayar tapi sudah membuat opini negatif," ujar Dharma saat diwawancara, Senin (4/8/2025), dikutip dari Kompas.com.
2. Pembayaran Royalti Diatur oleh Undang-Undang
Dharma menegaskan, royalti bukanlah pungutan liar. Kewajiban tersebut memiliki dasar hukum, yakni Undang-Undang Hak Cipta, yang bertujuan melindungi hak ekonomi para musisi dan pencipta lagu.
"Kalau pakai lagu untuk hiburan pengunjung, ya harus bayar. Itu amanat undang-undang, bukan suka-suka," katanya.
3. Gunakan Rekaman Suara Alam? Tetap Ada Hak Cipta
Beberapa pelaku usaha mencoba menghindari kewajiban dengan menggunakan rekaman suara alam seperti kicau burung atau suara air. Namun, Dharma menjelaskan bahwa rekaman semacam itu tetap dilindungi hukum.
"Meski bukan musik, suara rekaman itu tetap memiliki produser yang memegang hak atas fonogramnya. Jadi tetap wajib izin," jelasnya.
4. Lagu Asing Juga Tak Luput dari Kewajiban Lisensi
Royalti juga berlaku untuk lagu internasional. Indonesia sebagai bagian dari perjanjian global juga berkewajiban membayar royalti atas penggunaan karya musisi asing.
"Kalau mutar lagu luar negeri, juga harus bayar. Kita punya kerja sama internasional dan hak cipta mereka juga harus dihargai," tambah Dharma.
5. Penetapan Tarif Royalti Sudah Ditetapkan Pemerintah
Dharma menampik anggapan bahwa tarif royalti ditentukan secara sewenang-wenang. Menurutnya, angka tersebut sudah diatur resmi dalam regulasi pemerintah.
Berdasarkan SK Menkumham RI No. HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016, berikut rincian tarif untuk restoran dan kafe:
Rp60.000 per kursi per tahun untuk hak pencipta
Rp60.000 per kursi per tahun untuk hak terkait
Total: Rp120.000 per kursi per tahun
Atau setara dengan sekitar Rp10.000 per bulan per kursi
Dharma berharap publik lebih bijak dalam menyikapi kewajiban royalti, karena itu bukanlah beban, melainkan bentuk keadilan dan penghormatan bagi mereka yang berkarya di industri musik.
0 Komentar