KEDIRI, tipikor.web.id – Usianya sudah menginjak kepala empat, namun semangat Nunung Wiwin Ariyanti dalam berkarya seolah tak pernah redup. Desainer asal Kelurahan Dermo, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri ini tak henti menelurkan karya-karya busana yang unik dan penuh makna. Tak heran jika hasil rancangannya menjadi langganan para tokoh penting, termasuk Wali Kota Kediri, Vinanda Prameswati.
Ditemui di ruang kerja kecil berukuran 2x3 meter yang dipenuhi lemari gantung dan susun, Nunung tampak sibuk mendokumentasikan baju-baju karyanya melalui ponsel. Foto-foto itu lalu ia kirimkan ke pelanggan setianya. Di balik kesederhanaan ruangannya, tersimpan kreativitas luar biasa yang menghidupkan tenun dan batik khas Kota Kediri.
“Saya suka menggambar sejak kecil. Bahkan waktu SMP sudah mulai membuat baju untuk dipakai sendiri,” tutur Nunung mengenang awal mula ketertarikannya pada dunia fesyen.
Awalnya, ia hanya ingin belajar menjahit celana robek saat mengikuti ekstrakurikuler tata busana. Namun, ketertarikan itu berkembang menjadi kecintaan yang membawanya pada profesi desainer. Ia pun memperdalam keterampilannya dan mulai memodifikasi pakaian sesuai gaya pribadinya.
Hingga kini, Nunung dikenal sebagai salah satu desainer tenun dan batik ternama di Kediri. Ia menciptakan motif-motif khas yang terinspirasi dari budaya dan lingkungan sekitar, seperti motif kuda lumping yang kini menjadi ciri khas karyanya.
“Kuda lumping ini kan kesenian lokal yang tumbuh di sekitar kita. Siapa sangka, ternyata banyak yang suka. Sekarang, orang bisa langsung tahu itu karya saya hanya dari melihat motif kuda lumping,” jelasnya.
Tidak hanya itu, sejak 2018, ia juga mulai mengeksplorasi desain yang mengangkat sejarah lokal, seperti kisah Kerajaan Jayabaya dan Panji Laras. Salah satu karya terbarunya adalah motif sekar jagad, yang menggambarkan ikon-ikon Kota Kediri: Jembatan Brawijaya, Sungai Brantas, dan tahu takwa.
Nunung adalah lulusan sekolah desain Susan Budiharjo, Surabaya. Meski tak pernah menyangka karyanya bisa digunakan oleh pejabat tinggi, ia kini menjadi desainer andalan berbagai instansi, termasuk pakaian batik formal yang dikenakan Wali Kota Kediri.
“Setiap dinas yang memesan, motifnya pasti beda. Karena saya percaya, tidak semua orang nyaman memakai pakaian yang mirip dengan orang lain, kecuali memang satu kelompok,” katanya.
Karya-karyanya tak hanya beredar di Kediri, tapi juga telah dikirim ke berbagai kota besar seperti Jakarta, Bali, Surabaya, hingga ke Kalimantan dan Sulawesi. Rata-rata omzet bulanan yang diraihnya berkisar Rp 20 hingga 25 juta, bahkan lebih jika pesanan sedang tinggi.
Namun, di balik kesuksesan itu, Nunung mengakui bahwa proses kreatifnya sangat dipengaruhi oleh suasana hati.
“Kalau suasana hati sedang buruk, hasil desain saya bisa berantakan. Kadang harus ulang dari awal. Makanya, saya selalu berusaha menciptakan karya dengan sepenuh hati,” ungkapnya.
Ia pun menyadari bahwa kepercayaan pelanggan harus dijaga dengan kualitas terbaik. “Pelanggan saya banyak yang dari kalangan penting. Mereka datang karena rekomendasi mulut ke mulut. Jadi, kalau hasilnya bagus, kabarnya juga bagus. Kalau jelek, ya sebaliknya,” tambahnya sambil tersenyum.
Nunung kini mulai menyiapkan estafet usahanya kepada sang putri, agar wastra nusantara bisa terus dilestarikan.
“Desain tenun dan batik saya selalu simpel, agar tidak termakan zaman. Nanti kalau anak saya melanjutkan usaha ini, saya harap tetap mempertahankan ciri khas yang sudah saya bangun,” pungkas ibu empat anak itu. (RED.A)
0 Komentar